Hampir semua pencinta musik rock Indonesia era 70an, paling tidak pernah mendengar nama besar grup AKA, asal Surabaya. AKA, waktu itu memang kerap membawakan lagu-lagu hingar bingar milik Led Zeppelin, GrandFunk RailRoad, Deep Purple dan Jimmie Hendrix, yang memang sedang digandrungi anak muda di Tanah Air kala itu.
AKA singkatan dari Apotik Kali Asin. Nama ini diambil, karena para personilnya bermarkas dan melakukan latihan dibelakang Apotik Kali Asin di Surabaya, milik orangtua Ucok Andalas Datuk Oloan Harahap (sang vokalis merangkap keyboar).
AKA dibentuk pada 23 Mei 1967 dengan formasi awal adalah Ucok Harahap (keyboard/lead vocal), Syech Abidin (drums/vocal), Soenatha Tanjung (lead guitar/vocal), dan Peter Wass (bass). Namun formasi ini tak bertahan lama, ketika Peter Wass digantikan oleh Lexy Rumagit (beberapa tahun kemudian, ia mengalami 'cedera' tatkala granat yang disiapkan untuk aksi panggung grup rock Ogle Eyes di Lumajang, tiba-tiba meledak dan melukainya).
Sejak 1969, formasi AKA benar-benar solid ketika Arthur Victor George Jean Anesz Kaunang menggantikan Lexy Rumagit sebagai bassist. Maka lengkaplah AKA sebagai grup rock yang didukung musisi handal, karena Arthur Kaunang selain sebagai bassist/vocal juga mempunyai latar belakang musik sebagai seorang pemain piano klasik yang pernah bergabung dengan Leo Kristi dalam grup Muana.
Uniknya, hampir semua bassist AKA ketiga nya adalah pemain kidal. Tentu hal ini menjadi menarik karena sejak AKA, mengklaim aliran musik 'underground' sebagai corak musik mereka, keunikan ataupun suasana yang tidak lazim diatas panggung menjadi hal penting yang perlu dikedepankan demi kepuasan penonton. Maskot dari AKA sebenarnya adalah Ucok Harahap, seorang yang 'nyentrik' dalam aksi panggungnya maupun dalam kehidupan kesehariannya.
Dalam salah satu aksi AKA di Arena Terbuka, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 9-10 November 1973, AKA yang tampil bersama Gigi Girls, band asal Taiwan, Ucok tampil mengagetkan penonton. Ketika ia membawakan lagu Crazy Joe, tiba-tiba saja ia melompat ke tembok dan naik ke atas genteng. Tak hanya itu, usai melompat ke atas genteng, tiba-tiba saja ia muncul di panggung sambil membiarkan dirinya dicambuk oleh algojo. Kakinya diikat, digantung, kemudian ditusuk dan dimasukkan ke dalam peti mati. Aksi ini sempat mencekam penonton namun mendapat aplaus yang meriah. Yang menarik, usai aksi ini, di belakang panggung, Ucok terlihat kejang-kejang seperti kesurupan. Untungnya, situasi ini segera teratasi ketika Remy Silado yang ikut menyaksikan atraksi gila ini menyiramkan seember air ke tubuh Ucok.
Sejak itulah, nama Ucok dan AKA langsung dikenal tak hanya di Surabaya dan Jakarta. Tawaran panggung pun tak henti-hentinya. AKA pun sempat dikontrak untuk bermain di West Point Garden Bar and Restaurant di Singapura.
Ada cerita menarik ketika AKA manggung di restoran tersebut. Ketika pertama kali dikontrak, manajer AKA meyakinkan pemilik restoran bahwa AKA adalah grup yang paling cocok membawakan lagu-lagu yang sesuai dengan selera pengunjung. Padahal, menurut Syech Abidin (drum/vocal), mereka sebenarnya belum pernah membawakan lagu-lagu yang diminta sang pemilik restoran yang meminta mereka membawakan lagu-lagu berirama rock and blues, soul, dan rock psychedelic yang juga memerlukan unsur musik tiup sebagai warna musik yang pantas untuk mengiringi tamu berdansa. Karena tak ada personil unsur musik tiup, akhirnya sang manajer dipaksa latihan sebagai personil musik tiup.
Kesungguhan para personil AKA kemudian membuahkan hasil dengan semakin meningkatnya pengunjung restoran tersebut setiap malamnya. Melihat hal ini, pemilik restoran pun tak segan-segan memperpanjang kontrak AKA dan menaikkan tarif kontraknya. Selesai kontrak di Singapura, AKA pun semakin sering diminta untuk mengisi pentas musik rock di berbagai kota di Indonesia. Predikat AKA sebagai grup musik underground membuat Ucok Harahap dan kawan-kawan semakin dikenal, apalagi AKA sering diartikan singkatan dari Automatic Karabijn.
Istilah underground pun merebak seiring perkembangan musik rock di tahun 70 an. Generasi bunga atau Flower Generation plus budaya hippies yang ditularkan oleh grup musik asal Amerika juga menular ke Indonesia. Namun pengertian musik underground di Indonesia berbeda dibandingkan dengan luar negeru. Menurut AKA, musik underground ala mereka adalah musik yang diciptakan oleh musisi yang luarbiasa dimana didalamnya melebur segala macam aliran musik'.
Namun, saat itu, tidak semua daerah menerima musik 'underground' ala AKA sebagai musik yang patut didengar. Salah satu contohnya adalah ketika AKA tampil di Tasikmalaya pada Juni 1972. Saat itu mereka tampil bareng dengan grup Rhapsodia asal Bandung. Di Tasikmalaya, Ucok dan kawan-kawan kurang mendapat respons dari penonton karena musik yang mereka mainkan masih belum sesuai dengan selera mereka apalagi atraksi yang ditampilkan hampir-hampir tidak berkenan di hati pecinta musik rock disana.
Untungnya pertunjukan tidak berakhir dengan kerusuhan, meski penonton sempat meneriaki mereka. Band Rhapsodia berhasil menjinakkan penonton dengan lagu-lagu ala Santana maupun lagu-lagu lokal. Kejadian serupa berulang, ketika AKA tampil di Gedung Kridosono, Yogyakarta pada Juni 1974 saat tampil bareng dengan grup rock Giant Step asal Bandung.
Kebosanan penonton tak dapat dibendung lagi dengan atraksi Ucok yang digantung, kemudian di'sembelih' dan dimasukkan kedalam peti mati. Penonton meneriaki mereka dan merusak gitarnya Arthur Kaunang. Tak hanya itu, Ucok tertimpa lemparan kursi dan kening Sunatha luka parah akibat potongan kayu dan besi yang nyasar akibat ulah penonton. Ketiganya sempat dirawat ke RS Panti Rapih Yogyakarta.
Malang melintang di dunia panggung, membuat AKA lupa akan dunia rekaman. Meski tawaran rekaman cukup banyak, tapi AKA belum berani untuk merilis album. Barulah setelah dirasakan kenyang tampil membawakan lagu-lagu dari luar, AKA pun akhirnya memilih rekaman. Di panggung pun AKA sudah mulai membawakan lagu-lagu yang dirilis di album pertama mereka Do What You Like. Di album ini AKA merilis lima nomor lagu berlirik Indonesia dan tiga lagu berteks Inggris (Do What You Like, I've Gotta Work It Out dan Glenmore).
Walaupun corak musik yang ditampilkan dalam album perdana ini belum mewakili musik underground, namun sambutan pecinta musik rock cukup mengesankan. Mengingat kala itu, menemukan grup sekelas AKA dengan lagu-lagu hasil karya cipta sendiri merupakan sesuatu yang langka, paling tidak ke tiga nomor lagu berteks Inggris tersebut cukup membuat gebrakan tersendiri untuk menggelembungkan nama AKA yang mewakili musik rock, selain nama-nama grup yang sedang populer seperti Koes Plus, Panbers, The Mercys yang mewakili grup musik pop.
Sukses di album pertama, AKA pun kemudian merilis sejumlah album. Tercatat, album-album rekaman berikutnya adalah Reflections (1971); Crazy Joe (1972); Sky Rider (1973); Cruel Side of Suez War (1974); Shake Me (1975); Mr Bulldog (1976); Pucukku Mati (1977); serta album-album lain seperti album Pop Melayu, Pop Jawa dan lagu-lagu Kasidah.
********
Namanya Ucok Harahap. Dikenal sebagai vokalis grup AKA. Karena melekatnya nama AKA, Ucok pun sering dipanggil Ucok AKA. Di Surabaya, Ucok sempat menjadi icon anak muda Surabaya. Membanjirnya order tidak terlepas dari ketenaran nama grup AKA yang nilai komersilnya masih sangat kuat. Sehingga, jenis musik apa pun yang direkam AKA diharapkan bakal seiiring dengan melejitnya nama AKA.
Hebatnya, nama AKA juga cukup populer di luar negeri. Lagu Crazy Joe sempat menduduki anak tangga pertama di radio Australia dan bahkan bertahan beberapa minggu.
Karakter Ucok yang keras dan terlihat beringas, ternyata bertolak belakang dengan sikap dan pembawaannya yang lembut dan sensitif. Lagu Akhir Kisah Sedih yang berlirik tentang kesedihan ternyata merupakan jeritan hati Ucok yang saat itu sedang mempunyai masalah dengan kedua orang tuanya. Tak hanya itu, AKA pun juga lebih dikenal dengan lagu-lagunya yang romantis dan lembut. Misalnya lagu, Badai Bulan Desember.
Keunikan AKA dan Ucok ternyata juga membias pada aksi panggungnya. Jika orang mengenal Ucok dan AKA karena sering menampilkan teatrikal debus, namun terkadang AKA malah tampil kalem. Seperti saat tampil bareng dengan grup rock Ternchem, asal Solo di Gelora Pancasila, Surabaya pada Maret '73. AKA membuat surprise di hadapan fans fanatiknya dengan tidak menonjolkan aksi-aksi yang eksentrik dan gila-gilaan seperti sebelumnya.
Bahkan, pembawaan Ucok terlihat kaku. Berbeda dengan Arthur Kaunang (bass,vokal) dan Sunatha Tanjung (lead guitar/vocal) yang justru lincah bergaya dalam aksi panggungnya. Namun, aksi kalem Ucok ini ada latar belakangnya. Rupanya, Ucok seringkali mendapat surat teguran dari pihak berwenang. Lama kelamaan penonton kecewa dengan sikap Ucok. Untungnya, ia tak kehilangan akal. Dalam satu pertunjukan, Ucok mengenakan dandanan ala priyayi Jawa, sorban, dan baju blangkon. Acara tersebut dihadiri juga pejabat kepolisian setempat.
Aksi kalem ini juga hanya sebentar. Saat akan menutup lagu terakhir, Ucok tidak dapat mengendalikan emosinya dengan berulah eksentrik. Ia membuka semua bajunya sambil berjingkrak-jingkrak di hadapan penonton termasuk pejabat kepolisian tersebut. Lagi-lagi AKA dikenakan tambahan skorsing untuk tidak tampil di hadapan publik untuk beberapa bulan.
Tanda-tanda keretakan AKA mulai terlihat ketika Ucok mulai dikelilingi 'wanita', baik penggemar maupun kaum selebritis yang memang sangat dekat dengan kehidupan pribadi Ucok. Ia beberapa kali ditegur rekan-rekannya karena seringkali tak disiplin dalam latihan maupun pertunjukan. Semua itu, dikarenakan Ucok sibuk dengan urusan wanita.
Lama kelamaan AKA pun terbiasa latihan tanpa vokalis. Keretakan semakin terlihat ketika Ucok membuat proyek rekaman di Jakarta dengan grup rekamannya Love Sweet Gentle (LSG), bersama Benny Mustafa (drum), Ucok Harahap (organ), Cipto (saxophone), Hengky (lead guitar), dan Eddy (bass). Ucok semakin sibuk dan mulai melupakan AKA.
Kiprah Ucok diluar AKA, membuat nama AKA sempat terpinggirkan dari hingar bingar musik rock di Tanah Air untuk beberapa saat. Mengingat, warna musik AKA identik dengan Ucok Harahap, sang vokalis yang di tahun '72 an oleh fans fanatiknya sempat digelar sebagai 'Presiden anak-anak muda' kota Buaya, Surabaya.
Puncak dari keretakan AKA terjadi ketika 7 Agustus 1975, Ucok meresmikan grup barunya di Jakarta dengan nama Ucok and His Gangs (Uhisga), yang bergerak dalam pertunjukan musik, model, dan tari. Ucok semakin sibuk dengan fashion show, nyanyi, dan tari. Ia pun mulai berubah. Lebih glamour dan tidak seperti ketika dirinya menjadi vokalis AKA.
Sunatha, Arthur, dan Syech Abidin akhirnya memutuskan untuk mendepak Ucok dari AKA dan mengganti nama AKA menjadi SAS (Sunatha Tanjung, Arthur Kaunang, Syech Abidin) pada akhir Desember 1975. Kiprah SAS ternyata tak mengecewakan. Hanya dua pekan sejak mereka membentuk SAS, mereka mendapat acungan jempol dari 15 ribu penonton di Taman Ria Monas Jakarta.
Satu bulan berikutnya SAS tampil dalam acara bertajuk Duel Hard Rock 76 di Istora Senayan dengan grup rock papan atas Indonesia Giant Step, asal Bandung. Sejak itu, nama SAS yang lebih mengutamakan kekompakan ketiga personilnya, mulai mencuat.
SAS pun ternyata berhasil ketika mereka memasuki dunia rekaman. Album perdana mereka Baby Rock sukses dipasaran. Bahkan lagu Baby Rock ini sempat masuk anak tangga radio Australia, mengikuti jejak lagu mereka terdahulu semasa di AKA, Crazy Joe.
Kelebihan SAS saat itu dibandingkan band-band rock lainnya, berani menampilkan lirik berbahasa Inggris. Kematangan mereka dalam bermusik baik di panggung maupun dipanggung semasa di AKA dulu, membuat album terakhir SAS yang berjudul Metal Baja/Suminah dijadikan sebagai 'masterpiece' musik rock Indonesia.
Seiring dengan popularitas SAS, Ucok pun tak mau kalah. Gagal dengan Uhisga nya, Ucok duet bareng dengan Ahmad Albar dalam 'Duo Kribo'. Melejitnya lagu 'Neraka Jahanam', membawa berkah bagi Ucok dan pasangannya Ahmad Albar. Kembali para pecinta musik rock pun seolah tersentak dengan kehadiran album ini, dengan mengandalkan aransemen musiknya oleh Ian Antono (gitaris God Bless). Nama Ucok AKA Harahap pun kembali dikenang lagi sebagai sosok yang fenomenal dalam musik rock. Memang, Ucok, merupakan sosok yang tidak pernah terlepas dari sumber -pemberitaan bagi media massa.
Selain aktif dengan 'Duo Kribo'nya, ia juga mulai merambah layar lebar sebagai pemain dengan peran-peran antagonis. Dalam film layar lebar bahkan ia sempat beradu akting dengan si Raja Dangdut Rhoma Irama. Gagasannya untuk memadukan musisi rock dan jazz dalam satu grup yang dinamakannya Choksvanka merupakan ambisinya yang paling kreatif sejak lama. Namun, ide ini terealisir beberapa tahun kemudian dengan membentuk grup rekaman THE YUKAS, dengan menggandeng musisi jazz Jopie Item, Karim Suweileh, dan menghasilkan satu album yang berjudul 'Jalan-Jalan', yang menampilkan nomor-nomor lagu pop sederhana.
Namun, selaras dengan perkembangan musik rock Indonesia, keinginan para personil AKA untuk sekadar bernostalgia dalam dunia rekam membuahkan satu album yang berjudul 'Puber Kedua' (1997). Beberapa nomor hits mereka semasa di AKA dirilis kembali dengan tambahan satu lagu baru Puber Kedua yang aransemennya justru dibuat Ian Antono.
Namun, keinginan untuk mengembalikan nama AKA pun pupus ketika Ucok membentuk band baru bernama Warrock. Sayangnya, upaya Ucok untuk mengembalikan kejayaannya tak berhasil. Dalam salah satu pentas di Stadion Siliwangi Bandung, Ucok yang menampilkan atraksinya dipanggung justru disambut dingin oleh penonton. Malah SAS yang juga tampil di panggung itu malah mendapat aplaus yang cukup meriah.
SAS mulai mengurangi aksi panggungnya memasuki dekade tahun 90 an. Faktor usia membuat ketiga personil ini memilih kesibukan yang lain. Meski demikian, Arthur Kaunang masih sempat berkolaborasi dengan beberapa musisi seangkatannya mengisi pentas acara musik rock di beberapa pertunjukkan di Jakarta, selain sempat menjadi seorang produser merangkap penata musik untuk penyanyi jazz & blues Endi Xirang di tahun 2003. Namun, beberapa tahun terakhir ia lebih mendalami musik-musik rohani sebagai pengabdiannya bermusik.
Menurut pengakuan Syech Abidin, sebenarnya baik AKA maupun SAS ini belum bubar. Tetapi, niat untuk menghidupkan kembali grup-grup yang telah membawa mereka menjadi orang 'terkenal' di Tanah Air masih belum kelihatan. Apalagi, mengingat Sunatha Tanjung sudah tidak mau bermain musik lagi dan lebih mendalami masalah kerohanian sebagai pendeta. Termasuk Syech Abidin, yang mengaku sudah lupa dan malah hampir tidak pernah bersentuhan dengan dunia musik lagi beberapa tahun terakhir.
(Republika 7 & 14 Agustus 2006)
DISKOGRAFI
AKA
01 Do What You Like (1971)
02 Reflections (1971)
03 Crazy Joe (1972)
04 Sky Rider (1973)
05 Cruel Side Of Suez War (1974)
06 Shake Me (1975)
07 Mr Bulldog (1976)
08 Pucukku Mati (1977)
09 AKA Pop Melayu Vol.1
10 AKA Pop Jawa Vol.1
11. AKA Kasidah
SAS
01 Baby Rock (vol 1 )
02 Bad Shock (vol 2 )
03 SAS vol 3
04 Lapar
05 Exception
06 Sentuhan Cinta
07 POP & ROCK Indonesia vol 1
08 Kasmaran (POP & ROCK Indonesia vol 2 )
09 SAS 80
10 SAS 81
11 Sansekerta
12 Episode Jingga
13 Sirkuit
14 Metal Baja
15 Laila,Dang Dut SAS
16 Baby Rock,The Best of SAS 1990
17 Instrumentalia
18 20 Golden Hits
19 SAS POP Attack