Pada penghujung 1980-an dan awal 1990-an, tercatat hanya segelintir nama saja yang mencolok di blantika musik Indonesia, antara lain Slank, Dewa 19, dan tentu saja KLa Project. Saat itu Slank mewakili rock n' roll, Dewa 19 bemain di wilayah pop-rock, sementara KLa Project mengusung pop yang lebih manis dan mengharu-biru.
Ketika itu, KLa Project, dengan para personel inti Katon (vokal), Lilo (gitar), dan Adi (keyboard), menyikapi kerja mereka sebagai proyek musik. Oleh karena itu, ada embel-embel Project di belakang KLa. Mereka sempat merasakan bertahta di berbagai puncak tangga lagu Tanah Air dengan berbekal segudang hit tenar, seperti Yogyakarta, Semoga, Tak Bisa ke Lain Hati, Tentang Kit, dan Terpuruk Ku di Sini.
Setelah melalui perjalanan panjang, mencetak 11 album serta membongkar-pasang personel dan mengganti nama menjadi Nu KLa, KLa kini kembali, dengan nama KLa Returns. Lilo, the lost boy yang keluar pada 2001, bergabung lagi dengan Adi dan Katon. Tak bisa disangkal, permainan gitar dan tarikan vokal Lilo yang khas memberi warna tersendiri untuk KLa. Memang, Adi dan Katon mampu menjaga KLa tetap hidup. Namun, tetap saja, KLa terasa pincang tanpa Lilo.
Di samping menggelar sejumlah konser di dalam dan luar Jakarta, KLa Returns merilis sebuah album mini berjudul sama. Dua lagu baru, Someday dan Tak Ingin Ku Beralih, dicipta oleh Katon dan Adi, sedangkan dua hit lama yang direkam ulang dengan aransemen yang sangat mirip dengan yang asli adalah Yogyakarta dan Semoga.
Lagu Someday, yang menjadi single pertama dalam album ini, menjadi tanda kompromi KLa dengan selera kaum muda zaman sekarang. Melodinya bernuansa kekinian. Apalagi, pada bagian vokalnya dibumbui hentakan rap bergaya Mike Shinoda (Linkin Park). Bagian rap tersebut diisi oleh seorang rapper Inggris bernama Christopher Aguilar. Lagu ini sebenarnya memiliki potensi untuk digemari oleh kaum muda masa kini, karena bagian refrain-nya catchy.
Lagu baru kedua, Tak Ingin Ku Beralih, "KLa banget", kental dengan nuansa musik pop 1990-an. Mendengar lagu ini tak ubahnya mendengar lagu-lagu dari Chicago, Spandau Ballet atau Reo Speedwagon, yang beraroma romantis kental. Lagu ini memang berpotensi digemari oleh orang-orang seumuran para personel KLa.
Sementara itu, Yogyakarta dan Semoga, hanya diberi sedikit polesan. Mungkin KLa ingin menebar aura segar lewat dua lagu ini. Para penggemar lama lagu ini pun masih akan bisa menikmati dua lagu ini tanpa perlu mengerutkan dahi mereka.
Secara keseluruhan album ini cukup menarik untuk disimak. Hanya saja, sampul album ini kurang pas dengan imej KLa, yang merupakan band senior dan pengusung sweet-pop. Imej yang lux dan berkelas sedikit ternodai dengan sampul album seperti ini.